Pengguna internet yang telah mencapai angka 4,5 milyar orang di dunia, menurut WeareSocial dan Hootsuite, berimbas pada informasi data yang melimpah dan pemanfaatan internet pun dapat disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Mereka memanfaatkan internet untuk melakukan hal yang merugikan orang lain dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Setelah adanya gelombang situs palsu yang menjual hand sanitizer, masker N95, obat coronavirus palsu, dll. Banyak dari situs palsu ini sekarang menyamar sebagai situs e-commerce. Teknik yang digunakan oleh scammers masih sama. Situs e-commerce palsu ini ada hanya dalam hitungan hari. Mereka menipu konsumen, dan menghilang. Mereka menagih kartu kredit konsumen tanpa bermaksud mengirim produk apa pun. Mereka juga tampaknya mengumpulkan nomor kartu kredit, alamat rumah asli, nomor telepon, dan alamat email.
Semakin maraknya penipuan online terjadi di masa pandemi ini membuat Anda yang gemar bertransaksi online untuk lebih waspada.
Penipuan e-commerce:
- Sangat sering beriklan di FB, Instagram, situs utama melalui teknologi iklan terprogram
- Terima pesanan dari konsumen; menagihkan biaya ke kartu kredit
- Di halaman Hubungi Kami menggunakan formulir online – tidak ada nomor telepon, tidak ada alamat fisik
- Produk tidak pernah dimaksudkan untuk dikirim
- Scammer melakukan ini untuk mengumpulkan nomor kartu kredit, alamat rumah, nomor telepon dan alamat email, dll.
- Situs menghilang setelah beberapa hari
Bagaimana penipu melakukannya:
- Domainnya baru terdaftar, biasanya berumur kurang dari 100 hari
- Pendaftar disembunyikan atau dianonimkan
- Situs yang dibangun secara otomatis dengan templat e-commerce Shopify
- Membeli iklan murah melalui jasa iklan untuk mendapatkan iklan di situs umum seperti yahoo.com
berikut adalah beberapa contoh situs e-commerce palsu:
Source: Forbes